Seleksi CPNS
05 Jun 2020 04:08:09
Dalam menanggapi persoalan pemecatan CPNS Alde Maulana yang ditugaskan di BPK Perwakilan Sumatera Barat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) buka suara. Dalam keterangan resmi BPK, pihaknya diduga melakukan diskriminasi terhadap CPNS disabilitas bernama Alde Maulana, namun pihaknya membantah.
BPK menjelaskan pada penerimaan CPNS 2018, memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas dengan membuka 11 formasi disabilitas untuk mengisi pemeriksa yaitu Jabatan Pemeriksa Ahli Pertama. Dari hasil seleksi tersebut, BPK menerima 11 orang CPNS Formasi Disabilitas salah satunya adalah Alde Maulana. Dalam proses pengangkatan untuk menjadi PNS, Alde Maulana dinyatakan tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil pengujian kesehatan yang dilakukan oleh RSPAD Gatot Subroto, yang menerangkan bahwa yang bersangkutan belum memenuhi persyaratan kesehatan.
Seluruh peserta CPNS mengikuti diklat yang sama, baik peserta CPNS disabilitas maupun non disabilitas. Diklat yang diikuti oleh CPNS untuk Jabatan Pemeriksa Muda adalah Diklat Dasar untuk pengangkatan menjadi PNS dan Diklat Jabatan Fungsional Pemeriksa Ahli Pertama (JFPAP) untuk pengangkatan Jabatan Fungsional Pemeriksa Ahli Pertama. Untuk kasus Alde Maulana ini, setelah menyelesaikan Diklat Dasar tidak menyelesaikan Diklat JFPAP. Dikarenakan mengalami sakit kejang-kejang yang setelah dilakukan pemeriksaan Head CT Scan di RSUP Adam Malik Medan dan konsultasi Dokter Spesialis Syaraf Di RS tersebut menyimpulkan bahwa kesehatan Alde Maulana bermasalah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa yang bersangkutan memiliki masalah pembuluh syaraf otak sejak 2014 dan telah melakukan operasi penanaman ring tahun 2015, serta dilanjutkan dengan pengobatan Digital Substraction Angiography di RSPAD Gatot Subroto pada 2018. Hasil pengujian kesehatan Alde Maulana di RSPAD Gatot Subroto tersebut menjelaskan bahwa untuk sementara belum memenuhi syarat kesehatan dan memerlukan pengobatan atau perawatan.
Dan berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2017, CPNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi syarat lulus diklat dan sehat jasmani dan rohani.
Dengan memperhatikan riwayat Alde Maulana tersebut dan mengacu pada hasil pengujian kesehatan, dan masa percobaan CPNS, maka ditetapkan Keputusan Sekjen BPK tentang Pemberhentian dengan Hormat sebagai CPNS Saudara Alde Maulana.
Pada prinsipnya, BPK dalam penerimaan CPNS selalu memperhatikan ketentuan yang berlaku bagi peserta disabilitas dan non disabilitas. Dalam pelaksanaan proses penerimaan CPNS di BPK ataupun proses pengangkatan CPNS menjadi PNS selalu dilakukan monitoring dan review berjenjang oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, dalam hal ini Sekretaris Jenderal untuk memastikan seluruh proses terlaksana dengan baik dan sesuai ketentuan.
Sebelumnya, Alde Maulana adalah penyandang disabilitas yang mendaftar CPNS pada seleksi CPNS 2018 melalui jalur penyandang disabilitas untuk formasi jabatan fungsional pemeriksa ahli pertama di BPK.
Alde lolos mengikuti seluruh tahapan seleksi CPNS dan diharuskan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pra jabatan selama 8 bulan. Saat mengikuti Diklat Jabatan Fungsional Pemeriksa Ahli Pertama ia sempat dibawa ke rumah sakit karena mengalami kejang-kejang. Atas dasar tersebut, Alde mengaku telah diberi dispensasi untuk tidak mengikuti salah satu ujian.
Kemudian pada November 2019, Alde kembali ke daerah penempatannya bekerja di Sumatera Barat sebagai CPNS BPK. Pada Januari 2020, saat menjalani pemeriksaan medis di RSAD Gatot Subroto, berbeda dari 10 penyandang disabilitas lainnya, Alde diperiksa dua kali. Dan sebulan kemudian, Alde mengaku mendapat informasi jadwal pelantikannya untuk menjadi PNS pada 24 Februari 2020 ditunda. Kemudian pada Maret 2020, Alde mengaku mendapat surat keputusan pemberhentian secara resmi dan hormat dari BPK karena tidak sehat jasmani dan rohani.
Dengan keputusan tersebut, Alde mengaku terpukul karena berbenturan dengan kewajiban negara untuk menjamin hak pekerja penyandang disabilitas. Ia masih memperjuangkan hak nya sebagai abdi negara. Aturan yang dimaksud Alde merujuk pada UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Berdasarkan Pasal 143, setiap orang dilarang menghalang-halangi dan atau melarang penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak pekerjaan.
Sumber:
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5038859/bpk-buka-suara-soal-pemecatan-cpns-disabilitas?single
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52901389